MARKET - Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia 21 November 2018 12:39
Hingga tengah hari ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak mengejutkan. Melemah sejak pembukaan pasar, rupiah mampu menguat jelang tengah hari. Masih ada harapan rupiah melanjutkan winning streak jadi 6 hari berturut-turut.
Pada Rabu (21/11/2018) pukul 12:10 WIB, US$ 1 di pasar spot sama dengan Rp 14.565. Rupiah menguat0,14%.
Membuka hari, rupiah melemah 0,17%. Bahkan pelemahan rupiah sempat semakin dalam dan mencapai 0,24%. Sepertinya tren penguatan rupiah selama 5 hari beruntun akan terhenti hari ini.
Namun ternyata terlalu awal untuk menyimpulkan demikian. Sebab rupiah kemudian mampu memepet dolar AS dan bahkan mampu menyalip jelang tengah hari.
Berikut pergerakan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah hingga pukul 12:08 WIB:
Mayoritas mata uang Asia memang masih melemah terhadap dolar AS. Namun sebagian mampu menipiskan depresiasi, bahkan rupiah, rupee India, yuan China, dan dolar Taiwan mampu menyentuh zona hijau.
Roda nasib berputar, nasib rupiah pun berubah. Rupiah yang awalnya berstatus mata uang terlemah ketiga di Asia, kini berbalik menjadi yang terbaik di Asia. Tidak ada mata uang Asia dengan penguatan di hadapan dolar AS yang setajam rupiah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:13 WIB:
Setelah menguat tajam sejak malam tadi, dolar AS memang mengendur. Pada pukul 12:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,05%. Dini hari tadi, indeks ini sempat menanjak di kisaran 0,6%.
Investor melihat risiko di perekonomian global berkurang. Hubungan AS-Arab Saudi yang sempat menegang karena kasus pembunuhan Jamal Khasshogi, kolumnis Washington Post, kini agak cair.
Belum lama ini, Badan Intelijen (AS) melaporkan bahwa Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman berperan dalam pembunuhan Khasshogi. Presiden AS Donald Trump mengatakan terlalu dini untuk menyimpulkan itu, tetapi bisa saja benar.
Namun kini Trump seakan menjilat ludah sendiri. Mengutip Reuters, Trump menegaskan bahwa Washington akan tetap menjadi mitra loyal bagi Riyadh.
"Simpel saja, America First. Saya juga tidak akan menghancurkan ekonomi dunia, saya tidak mau ekonomi dunia hancur karena negara ini bertindak bodoh terhadap Arab Saudi," tegas Trump.
Menurut Trump, harga minyak dunia bisa meroket kalau sampai ada sanksi ekonomi kepada Negeri Padang Pasir. Trump memang sosok yang tidak setuju kalau harga minyak terlalu tinggi, karena bisa menghambat ekspansi ekonomi.
Dengan tidak adanya risiko sanksi kepada Arab Saudi, maka pasokan minyak dunia akan tetap lancar bahkan cenderung berlebih. Laporan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) menyebutkan, permintaan minyak dunia pada 2019 naik 1,29 juta barel/hari menjadi 31,54 juta barel/hari. Sedangkan produksi minyak tahun depan diperkirakan naik 127.000 barel/hari menjadi 32,9 juta barel/hari. Artinya ada potensi kelebihan pasokan (over supply) sebesar 1,36 juta barel/hari.
Ini berarti harga minyak akan cenderung stabil bahkan turun. Dibandingkan posisi awal tahun, brent sudah turun 5,05% dan light sweet amblas 10,38%.
Bagi negara net importir migas seperti Indonesia, penurunan harga minyak adalah berkah. Tidak perlu banyak valas untuk mengimpor migas, sehingga mengurangi beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account).
Artinya fundamental rupiah akan lebih kuat sehingga mata uang Tanah Air menjadi stabil. Investor pun memberikan apresiasi dengan mulai mengoleksi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)